Pengikut

Cari

01 Januari 2010

Menjadi Ketua Berjiwa Pemimpin

Beberapa waktu lalu mantan anggotaku di kesatuan lama, menelponku intinya dia curhat tentang masalahnya dengan ibu Ketuanya, yang dalam hal ini adalah penggantiku. Masalah berawal dari kesalahpahaman. Si Ibu Ketua mendapat laporan dari anaknya bahwa si anggota meludah di hadapannya, padahal si anggota sedang sakit dia bermasalah dengan pencernaannya dan tanpa sengaja meludah di hadapan anak si ibu Ketua. Akibatnya Ibu dan anak ini mendamprat habis-habisan keluarga anggota tersebut.
Sebenarnya ini bukan yang pertama mantan anggotaku curhat bermasalah dengan ibu Ketua tersebut, jujur sudah ada 4 orang sebelumnya yang mengalami kesalahpahaman dengannya. Masalah yang dihadapi bukan masalah yang besar, hanya masalah kecil yang dibesar-besarkan. Setiap memperoleh laporan dari mantan anggota, aku sangat hati-hati dalam menanggapinya karena aku sudah orang luar bagi mereka, aku tidak bisa ikut campur tangan dalam masalah mereka. Selama ini aku hanya memberikan dukungan moral, mengajak mereka bersabar dan yang pasti menjadi pendengar yang baik buat mereka.
Sangat bisa dipahami mengapa mantan anggotaku masih sering curhat ke aku, karena secara emosional aku dekat dengan mereka meskipun suamiku sudah tidak bertugas di kesatuan itu lagi.
Dimanapun suamiku bertugas aku memang selalu berusaha membangun hubungan kekeluargaan dengan anggota. Kesatuan tempat kami bertugas bagiku adalah sebuah Keluarga Besar, dimana satu sama lain harus saling menjaga persaudaraan. Suamiku selalu mengajarkan bahwa menjadi Ketua itu gampang siapa saja yang ditunjuk bisa menjadi ketua, tapi menjadi Pemimpin, tidak setiap orang bisa menjadi pemimpin. Karena Pemimpin artinya dia adalah orang terdepan yang bertanggung jawab terhadap orang yang dipimpinnya, harus membawa anggota pada kebaikan, bisa menjadi contoh dan suri tauladan. Setiap menjadi ketua, aku tidak ingin menjadi ketua yang ditakuti tapi aku lebih suka menjadi ketua yang dirindukan. Dalam mengajak anggota untuk berorganisasi aku tidak suka dengan cara keras dan paksaan, tapi aku lebih suka mengajak mereka dengan "daya tarik" , mungkin sebagian orang menggangap aku lemah di depan anggota. Tapi itulah yang aku pelajari dari Cara Rasulullah dan para sahabat berdakwah. Aku membuat anggota merasa nyaman dan terkesan kepada ku, tanpa paksaan sama sekali.
Dalam menghadapi pengurus aku tidak main pukul rata, setiap pengurus aku pelajari satu persatu karakter mereka. Setelah tahu persis karakter mereka baru aku menentukan sikap bagaimana mendekati dan berbicara dengan mereka. Sebagai contoh, si Ibu A mempunya sifat serius tidak suka bercanda, sensitif, dan mudah tersinggung , aku memperlakukan dengan sangat hati-hati kata-kata yang ku pilih sebisa mungkin jangan sampai menyinggung perasaannya karena kalau sampai dia tersinggung dan antipati kepadaku akan sangat susah mengarahkannya. Lain lagi dengan Ibu B dia hobi banget ngobrol, kalau ngomong selalu hal-hal yang tinggi, aku mencoba menjadi pendengar yang baik dan mencoba memancing imajinasinya hasilnya ternyata dia sebenarnya orang yang sangat kreatif dan itu tentu sangat bermanfaat bagi organisasi. Bagaimana cara mempelajari karakter mereka adalah dengan kita sering ngobrol satu persatu dengan mereka, mendengarkan mereka dengan mata dan hati, menjadikan setiap anggota itu istimewa, sehingga mereka percaya kepada kita, merasa nyaman, tidak ada ketakutan dan akhirnya mereka pun menjadikan kita juga istimewa.
Kalau sudah begitu kegiatan organisasi akan berjalan mulus permasalahan dapat ditekan seminimal mungkin. Karena dalam organisasi sangat manusiawi bila terjadi gesekan dan masalah. Tapi bagaimana kita menjadikan masalah besar menjadi kecil, tanpa mengecilkan masalah itu sendiri. Tentu saja itu memang membutuhkan skill, tapi skill yang bisa kita pelajari. Untuk mempelajari hal tersebut dibutuhkan tekad yang kuat bahwa setiap Jabatan adalah amanah yang nanti akan diminta pertanggungjawabannya di Akherat , kita juga harus menjadi contoh yang baik buat anggota baik dalam organisasi maupun kehidupan sehari-hari. Tekadku berjihad dengan menegakkan amar makruf nahi munkar adalah target dan tujuan. Semua itu memang membutuhkan waktu yang agak panjang, berlahan tapi pasti setiap keputusan dan tindakan akan mengarah kesana.
Minimal hasilnya anggota datang ke pertemuan dengan gembira tanpa merasa terpaksa sama sekali. Aku berjanji setiap anggota datang ke pertemuan tidak pulang dengan sia-sia minimal mereka pulang dengan membawa ilmu baru. Setiap pengurus bergiliran memberikan pendidikan anggota, meskipun kadang bahan dan ide aku yang berikan, kadang-kadang aku sendiri yang memberikan pendidikan anggota kepada mereka, tentu saja dengan sebelumnya aku mencari bahan lewat majalah dan internet. Suasana pertemuan selalu heboh dan menggembirakan. Hubungan antara ketua dengan pengurus, pengurus dengan pengurus ataupun pengurus dengan anggota dan antar anggota berjalan penuh persaudaraan dan kekeluargaan. Setiap masalah terselesaikan dengan sangat manis.
Anggota atau pengurus berbuat salah adalah manusiawi toh mereka bukan malaikat yang selalu benar, mereka manusia biasa yang mempunyai kekurangan. Cara menegur mereka pun aku buat sesantai mungkin tanpa bentakan tanpa kata-kata menusuk perasaan, kadang dengan bercanda yang tidak menyinggung perasaan. Dan yang paling utama aku menyadari bahwa dalam suatu organisasi tidak ada yang sempurna, kekurangan adalah milik manusia dan kesempurnaan hanya milik Allah SWT.
Hubungan keluargaku pun menjadi contoh utama bagi anggota, perselisihan suami istri kami olah menjadi ajang diskusi bukan pertengkaran. Caraku mendidik anak juga akan menjadi panutan bagi anggota. Alhamdullilah anak tunggalku mempunyai prestasi yang membanggakan. Pada intinya kami sekeluarga bahu membahu menjadi contoh terbaik bagi anggota, jadi tidak hanya kata-kata tapi juga dalam praktek kehidupan sehari-hari kami berusaha melakukan yang terbaik meskipun mungkin kami bukan yang terbaik.
Mudah-mudahan tulisan ini bisa menjadi perenungan bagi yang saat ini duduk menjadi ketua atau yang belum menjadi ketua. Aku memang belum menjadi ketua dalam lingkup yang besar, tapi aku selalu mengamati setiap orang yang menjadi Ketua. Hal-hal yang baik dari mereka aku tiru dan hal-hal yang membuat anggota tidak nyaman terhadap sang ketua aku tinggalkan. Setiap Ketua memang punya wewenang tapi bukan untuk sewenang-wenang. Kadang kita menemui anggota yang ketika dipanggil ketuanya ketakutan dan bertanya-tanya sudah berbuat salah apa. Aku lebih suka memanggil anggota dan mereka datang dengan gembira tanpa rasa takut sekalipun. Toh ketua manusia biasa dan bukan monster . Dengan memposisikan diri kita di posisi mereka akan membuat kita memahami apa yang mereka rasakan. Jika kita memahami posisi mereka kita akan bisa mengolah rasa tidak puas terhadap anggota dengan sangat santun dan elegant.

2 komentar:

ugik013 mengatakan...

Empathy is one of the qualifications as good leader

Anonim mengatakan...

Assalamualaikum..
Ijin menyampaikan ibu,blog nya bagus sekali. Dan saya suka sekali tulisan yang ini,karena saya sedang dalam tahap belajar untuk hal di atas. Salam hormat untuk keluarga. Terimakasih..

Posting Komentar