Pengikut

Cari

12 Januari 2010

Orang Ke 2

Orang ke 2 adalah adalah istilah yang sering digunakan untuk menyebut wakil ketua, wakil pimpinan atau wakil komandan. Sebagian orang menghindari jabatan ini, jabatan wakil ketua yang berkesan jabatan bayang-bayang ketua memang tidak mudah . Aku terinspirasi menulis tentang orang ke 2 ini, setelah aku melihat di lingkunganku banyak sekali ketidak harmonisan antara orang pertama alias ketua dengan orang ke 2 atau wakil.
Dalam perjalanan karier seorang anggota TNI adakalanya dia harus melewati jabatan waka atau wadan, dan otomatis sang istri pun menjadi Wakil ketua Persit. Yang mau tidak mau-mau kita harus menerima jabatan tersebut.
Perselisihan antara orang pertama dan orang ke 2 tidak hanya terjadi di militer, tapi di masyarakat sipil pun kita sering menyaksikannya. Sebagai contoh , pada akhir masa jabatan presiden SBY dan Wakil presiden JK kita menangkap ketidak harmonisan ke2nya berdasarkan statment yang mereka keluarkan, juga di Sulsel hubungan antara Gubernur Amin syam dan Wakilnya Syahrul yasin Limpo sudah bukan rahasia lagi ketidak harmonisan keduanya bahkan berlanjut di persaingan Pilkada yang akhirnya di menangkan oleh SYL. Tidak hanya ditingkat Nasional tapi ditingkat regional hal demikian sering terjadi. Dan jika terjadi perseilisihan antara ketua dan wakil, yang jadi korban pasti anggota atau rakyat. Karena anggota bingung akan berpihak kemana, bahkan terkadang anggota terpecah menjadi 2, sebagian berpihak pada orang pertama dan sebagian berpihak pada orang ke 2.
Aku pernah merasakan menjadi orang ke 2 ataupun orang pertama yang mempunyai orang ke 2. Perselisihan akan timbul kuncinya ada di orang ke 2 yah...60 % lah, dari pihak ketua cukup 40 %. Aku akan berbagi bagaimana menghindari perselisihan antara orang  pertama dan orang ke 2, tapi sebelumnya aku akan mengulas sebab-sebab terjadinya perselisihan yang kadang-kadang menjalar menjadi perang dingin antara orang pertama dan orang ke 2. Penyebab utama biasanya karena orang ke 2 kurang memahami perannya. Dia tidak memahami bahwa posisinya hanyalah sebagai pemimpin cadangan. Seorang wakil hanya akan bertindak apabila ketua tidak berada di tempat, selama ada ketua maka ketualah yang berhak mengambil keputusan dan kebijaksanaan. Tapi yang sering terjadi wakil ketua bersikap berlebihan sehingga seolah-olah dalam suatu lembaga atau organisasi ada dua matahari yang bersinar.  Seorang wakil ketua tetap harus memohon petunjuk pada ketua dalam mengambil keputusan dan kebijaksanaan, kecuali dalam suatu kondisi dimana ketua tidak ditempat dan dalam kondisi darurat wakil ketua wajib mengambil keputusan yang tepat tapi tetap harus selalu memberikan laporan pada ketua.  Seringkali perselisihan dapat juga terjadi apabila orang ke 2 tidak mau membantu tugas orang pertama, ini biasanya karena kecemburuan sosial, dalam hal tanggung jawab orang pertama dan orang ke 2 hampir sama besar tapi dalam hal pembagian rejeki sangat jauh selisihnya.  Tapi adakalanya orang pertama tidak mau menghargai sama sekali dengan orang ke 2 nya, tidak mau berbagi rejeki, tapi soal pekerjaan banyak dibebankan pada orang ke 2. Seorang ketua yang arogan akan menyusahkan wakil dan anggotanya, apalagi kalo wakil di dukung anggota.  Dalam hal demikian seorang wakil tetap harus bisa menjadi jembatan penghubung antara ketua dan anggota jangan malah menjadi provokator dari anggota, menjadi orang ke 2 memang harus banyak sabar dan mengalah, jangan bertindak melampaui ketua, jangan menempatkan posisi sejajar dengan ketua, tapi selangkah di belakang ketua. Tetap belajar menjadi orang pertama tanpa harus bersikap melampaui wewenang. Karena percayalah suatu saat kita akan sampai ke posisi orang pertama hanya kita harus sabar ada masa-masa yang memang harus kita lalui terlebih dahulu....

08 Januari 2010

In Memoriam Bu Tiar

Nama suaminya pak Bahtiar, makanya dia dipanggil Bu Tiar. Sosoknya nggak ada yang istimewa, biasa saja sama seperti ibu-ibu yang lain. Berperawakan sedang, berkulit putih, gerakannya lincah dan gesit , dia tidak pernah marah selalu tersenyum dan tertawa. Di mataku bu Tiar sangat istimewa.
Akan aku ceritakan awal perkenalanku dengan Bu Tiar. Waktu itu di tahun akhir tahun 2006, aku baru saja melaksanakan Sertijab langsung mendapat tugas untuk menjamu tamu bintang satu dari Jakarta. Sebagai pejabat baru, bingung dan panik pastilah ini tugas pertamaku yang pasti akan jadi sorotan, kredibilitasku di mata atasan dipertaruhkan disini. Langkah pertama yang aku ambil adalah mengumpulkan seluruh istri perwira dan merencanakan untuk membuat suatu tim kecil. Dari rapat kecil itu tercetuslah nama Bu Tiar, semua merekomendasikan nama Bu Tiar. Waktu itu aku tidak tahu pasti siapa dia, yang aku tahu bu Tiar adalah salah satu anggotaku. Tanpa banyak tanya aku Acc Bu Tiar dilibatkan dalam Tim kecil kami walaupun dia bukan istri perwira. Dan ternyata malam itu acara berjalan lancar dan sukses, tidak ada teguran tapi pujian. Dan semua tidak lepas dari peran Bu Tiar, dia bergerak sangat lincah dan gesit, tanpa banyak instruksi yang aku berikan Bu Tiar sudah tahu apa yang harus dia kerjakan. Dia bekerja dengan sangat cepat dan rapi, pantas semua orang merekomendasikan dia.
Hari-hari berikutnya aku mulai mengenal Bu Tiar, dia istri seorang tamtama berpangkat Kopral dengan 4 orang anak. Bu Tiar belum genap 40 th tp dia menjadi anggota persit dalam usia yang masih sangat muda 16 th..!! Artinya dia sudah lebih 20 th bergabung di Persit. Sejak perkenalanku dengan Bu Tiar, hampir dipastikan Bu Tiar selalu aku libatkan dengan berbagai kegiatan Persit. Aku kagum dengan cara kerjanya, dia tidak akan berhenti bekerja sebelum semua pekerjaan selesai secara tuntas. Kebetulan kami tinggal di daerah terpencil, tapi justru itu kami sering mendapat kunjungan tamu dari pusat. Alhamdullilah semua itu dapat aku lewati dengan baik. Bu Tiar adalah salah satu andalanku, saat kami semua sudah kelelahan, Bu Tiar tetap bersemangat menyelesaikan semua tugas dia tidak akan berhenti sebelum semua beres. Dia bahkan tidak lupa untuk memikirkan hal-hal yang kadang tidak sempat aku pikirkan. Seperti halnya, disaat aku sibuk kadang aku lupa dengan diriku sendiri dan keluargaku. Tapi Bu Tiar tidak, dia selalu menyempatkan untuk memikirkan aku, anakku dan suamiku. Bukan itu saja dia juga selalu peduli dengan teman-teman yang lain tanpa memikirkan dirinya sendiri. Ternyata semua orang di asrama kami sangat tergantung dengan Bu Tiar, tidak peduli apa pangkat suaminya. Setiap ada acara dirumah anggota , mereka selalu melibatkan Bu Tiar, dari mulai belanja, memasak, penyajian, hantaran bahkan sampai apa yang harus dibagikan bagi orang-orang yang membantu, tidak luput dari perhatian Bu Tiar. Itulah keiistimewaan Bu Tiar, dia selalu siap membantu siapa pun apakah itu atasan, teman-teman, bawahan, saudara bahkan masyarakat sekitar yang bukan siapa-siapa. Begitu tulus, ikhlas, dan tanpa pamrih. Bu Tiar tidak pernah mengeluh, selalu tersenyum, tertawa dan tidak banyak bicara. Sebenarnya tidak hanya di lapangan saja, di organisasipun tugas persit yang aku berikan ke Bu Tiar selalu dia kerjakan dengan cepat dan tuntas. Bagiku bu Tiar adalah ibu Persit teladan,walaupun dia tidak pernah menjadi ketua maupun ketua seksi, karena pangkat suaminya. Tapi dia sangat memahami setiap tugas di dalam Persit. Dia juga tidak pernah melupakan keluarganya, anak-anaknya terpelihara dengan baik, rumahnya selalu bersih dan rapi, bahkan aku pernah memberikan penghargaan pada rumahnya sebagai rumah terbersih dan rapi ( setiap bulan aku memberikan hadiah bagi rumah yang terbersih dan rapi, tujuannya agar anggota terpacu untuk membersihkan rumah ) Disaat tidak banyak kegiatan Bu Tiar membuat kue untuk dijual di asrama, dan aku angkat jempol untuk kreatifitasnya ini bahkan aku dorong terus dia untuk berwirausaha. Kopral Bahtiar adalah orang paling beruntung karena mempunyai istri seperti dia. Semua pekerjaan rumah tangga dia selesaikan tanpa melibatkan suami, pak Tiar tinggal terima beres. Bagiku itu luar biasa....
Tidak itu saja, karena seringnya bu Tiar mendampingi aku dalam berbagai kegiatan di Makassar. Ibu Kapaldam sangat terkesan sehingga Bu Tiar pun sering mendapat hadiah dari beliau karena melihat cara kerjanya yang cepat, tepat dan tidak banyak bicara .
Setelah aku beralih tugas dan tidak lagi tinggal di Sambueja Bantimurung Maros, setiap ada kegiatan gabungan di Makassar aku masih sering bertemu dengan Bu Tiar. Masih tetap sama dia masih penuh perhatian pada keluargaku. Dia sering mengirim makanan kesukaan anakku Tegar, menanyakan kabar keluarga. Tapi setahun lalu tepatnya tahun di awal tahun 2009 aku dapat kabar tidak enak, Bu Tiar di vonis sakit kanker mulut rahim stadium 2 dan harus dikemoterapi. Aku bergegas ke rumah sakit dengan sedih, tapi ketika aku bertemu dengan Bu Tiar tak sedikitpun raut sedih diwajahnya, harusnya hari itu aku yang menghiburnya tapi justru dia yang menghiburku dengan segala ketegaran di hatinya. Luar biasa.....!!!
Sejak kemoterapi yang pertama itu aku mulai jarang bertemu dengan Bu Tiar, dia lebih sering di Jeneponto tinggal dengan keluarga besarnya. Meskipun beberapa kali aku masih sempat bertemu dengannya, memang badannya semakin kurus tapi tetap tersenyum dan ceria. Tapi di bulan desember 2009 Bu Tiar masuk RS lagi, ketika aku menjenguknya dia tetap tersenyum meskipun seluruh tubuhnya membengkak karena sel-sel kanker sudah mengerogoti ginjalnya. Dan malam itu aku ngobrol banyak dengan Bu Tiar agar dia tetap semangat seperti biasanya dan tak lupa untuk selalu berdoa. Tapi hari itu menjadi hari terakhirku mengobrol dengan Bu Tiar, karena 2 hari kemudian Bu Tiar koma dan tidak pernah sadar selama 12 hari. Bahkan ketika aku kembali menjenguknya, mengajaknya bicara, menangis di sampingnya Bu Tiar tetap tidak bergerak hanya matanya sempat bergerak-gerak ketika aku bicara. Akhirnya saat itu pun tiba Bu Tiar dipanggil menghadap Nya, tepat disaat negeri ini berkabung kehilangan tokoh besarnya Gus Dur. Disaat negeri ini mengibarkan bendera setengah tiang, akupun mengibarkan bendera setengah tiang di hatiku. Bu Tiar sudah pergi meninggalkan kami semua, dia adalah guruku dalam kehidupan ini. Dari Bu Tiar aku belajar banyak tentang ketulusan, kesetiakawanan dan keikhlasan. Bu Tiar memang bukan siapa-siapa , dia bukan tokoh besar seperti Gus dur tapi walaupun kini Bu Tiar telah pergi , semangatnya masih tetap hidup di hati orang-orang yang pernah mengenalnya.
Selamat jalan Bu Tiar... aku yakin saat ini engkau berada di tempat yang istimewa di sisiNya sesuai dengan amal perbuatanmu..... ( Medio akhir tahun 2009)

01 Januari 2010

Menjadi Ketua Berjiwa Pemimpin

Beberapa waktu lalu mantan anggotaku di kesatuan lama, menelponku intinya dia curhat tentang masalahnya dengan ibu Ketuanya, yang dalam hal ini adalah penggantiku. Masalah berawal dari kesalahpahaman. Si Ibu Ketua mendapat laporan dari anaknya bahwa si anggota meludah di hadapannya, padahal si anggota sedang sakit dia bermasalah dengan pencernaannya dan tanpa sengaja meludah di hadapan anak si ibu Ketua. Akibatnya Ibu dan anak ini mendamprat habis-habisan keluarga anggota tersebut.
Sebenarnya ini bukan yang pertama mantan anggotaku curhat bermasalah dengan ibu Ketua tersebut, jujur sudah ada 4 orang sebelumnya yang mengalami kesalahpahaman dengannya. Masalah yang dihadapi bukan masalah yang besar, hanya masalah kecil yang dibesar-besarkan. Setiap memperoleh laporan dari mantan anggota, aku sangat hati-hati dalam menanggapinya karena aku sudah orang luar bagi mereka, aku tidak bisa ikut campur tangan dalam masalah mereka. Selama ini aku hanya memberikan dukungan moral, mengajak mereka bersabar dan yang pasti menjadi pendengar yang baik buat mereka.
Sangat bisa dipahami mengapa mantan anggotaku masih sering curhat ke aku, karena secara emosional aku dekat dengan mereka meskipun suamiku sudah tidak bertugas di kesatuan itu lagi.
Dimanapun suamiku bertugas aku memang selalu berusaha membangun hubungan kekeluargaan dengan anggota. Kesatuan tempat kami bertugas bagiku adalah sebuah Keluarga Besar, dimana satu sama lain harus saling menjaga persaudaraan. Suamiku selalu mengajarkan bahwa menjadi Ketua itu gampang siapa saja yang ditunjuk bisa menjadi ketua, tapi menjadi Pemimpin, tidak setiap orang bisa menjadi pemimpin. Karena Pemimpin artinya dia adalah orang terdepan yang bertanggung jawab terhadap orang yang dipimpinnya, harus membawa anggota pada kebaikan, bisa menjadi contoh dan suri tauladan. Setiap menjadi ketua, aku tidak ingin menjadi ketua yang ditakuti tapi aku lebih suka menjadi ketua yang dirindukan. Dalam mengajak anggota untuk berorganisasi aku tidak suka dengan cara keras dan paksaan, tapi aku lebih suka mengajak mereka dengan "daya tarik" , mungkin sebagian orang menggangap aku lemah di depan anggota. Tapi itulah yang aku pelajari dari Cara Rasulullah dan para sahabat berdakwah. Aku membuat anggota merasa nyaman dan terkesan kepada ku, tanpa paksaan sama sekali.
Dalam menghadapi pengurus aku tidak main pukul rata, setiap pengurus aku pelajari satu persatu karakter mereka. Setelah tahu persis karakter mereka baru aku menentukan sikap bagaimana mendekati dan berbicara dengan mereka. Sebagai contoh, si Ibu A mempunya sifat serius tidak suka bercanda, sensitif, dan mudah tersinggung , aku memperlakukan dengan sangat hati-hati kata-kata yang ku pilih sebisa mungkin jangan sampai menyinggung perasaannya karena kalau sampai dia tersinggung dan antipati kepadaku akan sangat susah mengarahkannya. Lain lagi dengan Ibu B dia hobi banget ngobrol, kalau ngomong selalu hal-hal yang tinggi, aku mencoba menjadi pendengar yang baik dan mencoba memancing imajinasinya hasilnya ternyata dia sebenarnya orang yang sangat kreatif dan itu tentu sangat bermanfaat bagi organisasi. Bagaimana cara mempelajari karakter mereka adalah dengan kita sering ngobrol satu persatu dengan mereka, mendengarkan mereka dengan mata dan hati, menjadikan setiap anggota itu istimewa, sehingga mereka percaya kepada kita, merasa nyaman, tidak ada ketakutan dan akhirnya mereka pun menjadikan kita juga istimewa.
Kalau sudah begitu kegiatan organisasi akan berjalan mulus permasalahan dapat ditekan seminimal mungkin. Karena dalam organisasi sangat manusiawi bila terjadi gesekan dan masalah. Tapi bagaimana kita menjadikan masalah besar menjadi kecil, tanpa mengecilkan masalah itu sendiri. Tentu saja itu memang membutuhkan skill, tapi skill yang bisa kita pelajari. Untuk mempelajari hal tersebut dibutuhkan tekad yang kuat bahwa setiap Jabatan adalah amanah yang nanti akan diminta pertanggungjawabannya di Akherat , kita juga harus menjadi contoh yang baik buat anggota baik dalam organisasi maupun kehidupan sehari-hari. Tekadku berjihad dengan menegakkan amar makruf nahi munkar adalah target dan tujuan. Semua itu memang membutuhkan waktu yang agak panjang, berlahan tapi pasti setiap keputusan dan tindakan akan mengarah kesana.
Minimal hasilnya anggota datang ke pertemuan dengan gembira tanpa merasa terpaksa sama sekali. Aku berjanji setiap anggota datang ke pertemuan tidak pulang dengan sia-sia minimal mereka pulang dengan membawa ilmu baru. Setiap pengurus bergiliran memberikan pendidikan anggota, meskipun kadang bahan dan ide aku yang berikan, kadang-kadang aku sendiri yang memberikan pendidikan anggota kepada mereka, tentu saja dengan sebelumnya aku mencari bahan lewat majalah dan internet. Suasana pertemuan selalu heboh dan menggembirakan. Hubungan antara ketua dengan pengurus, pengurus dengan pengurus ataupun pengurus dengan anggota dan antar anggota berjalan penuh persaudaraan dan kekeluargaan. Setiap masalah terselesaikan dengan sangat manis.
Anggota atau pengurus berbuat salah adalah manusiawi toh mereka bukan malaikat yang selalu benar, mereka manusia biasa yang mempunyai kekurangan. Cara menegur mereka pun aku buat sesantai mungkin tanpa bentakan tanpa kata-kata menusuk perasaan, kadang dengan bercanda yang tidak menyinggung perasaan. Dan yang paling utama aku menyadari bahwa dalam suatu organisasi tidak ada yang sempurna, kekurangan adalah milik manusia dan kesempurnaan hanya milik Allah SWT.
Hubungan keluargaku pun menjadi contoh utama bagi anggota, perselisihan suami istri kami olah menjadi ajang diskusi bukan pertengkaran. Caraku mendidik anak juga akan menjadi panutan bagi anggota. Alhamdullilah anak tunggalku mempunyai prestasi yang membanggakan. Pada intinya kami sekeluarga bahu membahu menjadi contoh terbaik bagi anggota, jadi tidak hanya kata-kata tapi juga dalam praktek kehidupan sehari-hari kami berusaha melakukan yang terbaik meskipun mungkin kami bukan yang terbaik.
Mudah-mudahan tulisan ini bisa menjadi perenungan bagi yang saat ini duduk menjadi ketua atau yang belum menjadi ketua. Aku memang belum menjadi ketua dalam lingkup yang besar, tapi aku selalu mengamati setiap orang yang menjadi Ketua. Hal-hal yang baik dari mereka aku tiru dan hal-hal yang membuat anggota tidak nyaman terhadap sang ketua aku tinggalkan. Setiap Ketua memang punya wewenang tapi bukan untuk sewenang-wenang. Kadang kita menemui anggota yang ketika dipanggil ketuanya ketakutan dan bertanya-tanya sudah berbuat salah apa. Aku lebih suka memanggil anggota dan mereka datang dengan gembira tanpa rasa takut sekalipun. Toh ketua manusia biasa dan bukan monster . Dengan memposisikan diri kita di posisi mereka akan membuat kita memahami apa yang mereka rasakan. Jika kita memahami posisi mereka kita akan bisa mengolah rasa tidak puas terhadap anggota dengan sangat santun dan elegant.